Potensi Desa, Permulaan Desa Berdaya

Desa sebagai struktur sosial dan wilayah menengah memiliki banyak sekali sumber daya yang memiliki potensi. Secara umum potensi pada desa dapat dibagi menjadi dua, yaitu potensi fisik dan non fisik. Potensi fisik misalnya tanah, lahan, hasil pertanian, sumber air, iklim, peternakan, perikanan, kuliner, dan manusia yang ada di desa.

Sementara potensi non fisik meliputi kondisi masyarakat, budaya/adat/kesenian, lembaga sosial yang aktif, dan kreativitas aparatur desa. Setiap desa memiliki potensi yang berbeda-beda tergantung pada keadaan lingkungan geografis, jumlah penduduk, luas lahan yang bisa digunakan, jenis dan tingkat kesuburan tanah.

Di antara potensi desa yang dapat dimanfaatkan khususnya sebagai penunjang perekonomian antara lain produk pertanian/peternakan, produk kesenian, dan pengembangan wisata terpadu.

Hingga akhir 2018, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada 1.734 desa wisata, 73.007 desa dengan sumber penghasilan utama pertanian termasuk di dalamnya 386 desa dengan sumber penghasilan peternakan, serta 2.974 desa yang memiliki koperasi industri kecil dan kerajinan dari total 83.931 desa di Indonesia.

Sumber gambar: https://anekatempatwisata.com/green-canyon-primadona-wisata-jawa-barat-yang-luar-biasa-indah
Sumber gambar: https://www.cakapcakap.com/mengenal-7-destinasi-wisata-indonesia-yang-mulai-mendunia-geser-bali

Sebuah desa wisata di Jawa Barat memenangkan lomba desa wisata nusantara 2019 yang diselenggarakan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), yaitu Desa Kertayasa yang terletak di Kecamatan Cilujang, Pangandaran. Desa yang terkenal akan wisata arung jeramdan Green Canyon ini kedatangan 1500 wisatawan per tahunnya dengan pendapat rata-rata per tahun 125 juta rupiah. Tentu saja pendapatan tersebut berkontribusi pada Pendapatan Asli Desa (PADes).

Kesuksesan desa Kertayasa diraih bukan tanpa tantangan. Perjalanan pengembangan wisata desa dimulai dari pembentukan kelompok arung jeram yang bernama Guha Bau yang diresmikan pada tahun 2010. Berkat kesadaran masyarakat dan kelompok di dalamnya, kelompok Guha Bau berevolusi menjadi BUMDes pada tahun 2013. Selama perkembangan tersebut terdapat banyak dinamika yang terjadi, mulai dari perubahan struktur, hingga peraturan dan sistem kerja yang mengikat. Namun, atas usaha dan kekompakan masyarakat, desa Kertayasa menjadi desa wisata yang sukses seperti sekarang ini.

Sumber gambar: beritajatim.com

Berbeda dengan desa Bibis, desa dengan potensi hasil pertanian yang terkenal, yaitu jeruk jawa. Di desa yang terletak di Kecamatan Sukomoro, Magetan, Jawa Timur ini hampir tujuh puluh persen lahan warga ditanami jeruk Jawa karena penghasilannya terbilang lumayan. Sebuah jeruk Jawa dihargai enam ribu hingga sepuluh ribu rupiah. Menurut pengakuan Kepala Desa Bibis Sudarman, pada awalnya ia mengembangkan bibit jeruk dari sebuah pohon milik neneknya sejak 1971.

Jeruk jawa yang dikembangkan di desa ini terkenal hingga ke Thailand, India, dan Chili. Bahkan, pada 2011 lalu Sudarman pernah diundang untuk berbagi pengalamannya dalam mengembangkan bibit jeruk tersebut. Ia juga mengatakan bahwa sebenarnya ada enam belas jenis jeruk yang dikembangkan masyarakat desa Bibis.

https://kumparan.com/kumparantravel/mengenal-desa-nunsaen-salah-satu-desa-penghasil-tenun-terbaik-di-ntt-1545176832094271128/full

Terakhir, desa dengan potensi kerajinan yang cukup terkenal di NTT yaitu desa Nunsaen. Desa ini terkenal sebagai penghasil kain tenun. Banyak hasil tenunan desa ini yang dibeli oleh wisatawan sebagai oleh-oleh setelah berkunjung ke gunung Fatuleu. Desa yang terletak di Kecamatan Fatuleu Tengah, Kabupaten Kupang ini memiliki satu kelompok penenun yang terdiri dari lima puluh orang.

Menurut pengakuan kepala desa Nunsaen, Milkeas, masyarakat desa sudah menenun sejak masih anak-anak. Sehingga, menenun merupakan budaya yang diturunkan, termasuk motif-motif kain yang menjadi ciri khas. Kerja keras penenun terbukti dari lamanya sebuah kain tenun dibuat, yaitu paling cepat tiga pekan dan paling lambat sebulan. Dikatakan bahwa ada sebuah kain tenun sepanjang dua meter dengan motif yang sulit, laku terjual seharga 1,6 juta rupiah sebagai kain termahal.

Dari ketiga desa di atas kita dapat mengetahui bahwa potensi-potensi yang dimiliki desa dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Mulai dari terbukanya lapangan kerja, teredukasinya masyarakat, hingga utamanya dalam hal ekonomi desa. Setiap proses perkembangan potensi memiliki tantangan masing-masing, mulai dari bagaimana menggali potensi, mengelolanya, dan mengembangkannya. Yang sama adalah kegigihan, keuletan, dan kekompakan masyarakat desa untuk bersama-sama membangun desa menjadi lebih baik. Kita bisa belajar dari semangat masyarakat desa Kertayasa dalam mengelola objek wisatanya, kegigihan masyarakat desa Bibis dalam mengembangkan jenis-jenis jeruk, dan keuletan penenun Nunsaen dalam menghasilkan kain-kain tenun yang sulit.

Sumber:

https://www.berdesa.com/contoh-potensi-desa/

https://contoh.kemendesa.go.id/2020/10/10/punya-green-canyon-ini-desa-wisata-terbaik-se-indonesia-2019/

https://bps.go.id

https://jadesta.com/desa/23369

https://www.suara.com/news/2021/04/09/130421/desa-bibis-penghasil-jeruk-jawa-yang-terkenal-sampai-cile

https://kumparan.com/kumparantravel/mengenal-desa-nunsaen-salah-satu-desa-penghasil-tenun-terbaik-di-ntt-1545176832094271128/full

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *